Hot Article

Antara Islam, Sains dan Bucailleisme

Antara Islam, Sains dan Bucailleisme


Islam dan fakta ilmiah seolah menjadi tren baru dalam dunia dakwah dewasa ini. Ini di perkuat pula dengan adanya jaringan kuat para pendakwah yang menghadirkan konsep dakwah yang berbeda dari biasanya. Contohnya seperti, Dr.Zakir Naik dan Harun yahya yang keluar dari konsep dakwah tradisional dan juga berlatar belakang pendidikan pendakwah pada umumnya. Ini sebenarnya adalah kemajuan besar, karena kita ketahui bahwa dakwah itu adalah kewajiban bagi setiap yang mengaku Muslim. Namun sudah pasti dalam batas dan kaidah-kaidah yang sesuai dengan  kemampuan keilmuan yang dimiliki, tanpa melampaui batas. Karena Allah sangat benci dengan orang yang melampaui batas, ya kan?
Bicara tentang konsep ilmiiah, kita mengakui kalau Islam itu emang agama yang ilmiah. Banyak sekali fakta-fakta ilmiah di luar sana yang sesuai dengan isi kandungan dan penjelasan-penjelasan dalam Al-Qur'an. Namun walaupun begitu, banyak juga orang-orang di luar sana yang hanya menganggapnya sebagai bentuk pencocok-ccokan saja, atau dalam bahasa kerennya adalah cocokmologi semata. Bahkan ada beberapa dari mereka yang mengatakan itu adalah dari kalangan orang Islam sendiri.

Yap, seperti yang Gue katakan pada kata pembukaan di atas. Tren "cocokmologi" isi Al-Qur'an ini sebenarnya adalah konsep baru dalam konsep berdawah.
 Ironisnya,konsep dakwah seperti ini pertama kali, justru bukan dilakukan oleh orang Islam. Melainkan oleh seorang dokter sekaligus penulis asal Prancis bernama  Dr. Maurice Bucaille. Dia sendiri berprofesi sebagai dokter dan ahli bedah yang bekerja sebagai dokter keluarga untuk keluarga kerajaan Arab Saudi. Dia melayani Raja Faisal pada tahun 1973. Selain itu, ia juga pernah melayani keluarga presiden ketiga Mesir, Alwar Al-Sadat. Ia dilahirkan pada tanggal 19 juli 1920 di pont-I'Eveque, Prancis dan meninggal pada tanggal 17 Februari 1998. Tak di ketahui apakah ia telah menjadi Mualaf sebelum dia meninggal, atau masih menganut kepercayaan lamanya yang juga misterius tersebut.
Namu yang pasti,namanya terkenal karena menerbitkan buku yang berjudul La Bible, le Coran et la Science(1976) atau kalau di terjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti Bibel, Qur'an dan sains Modern. Buku itu sendiri menjadi best seller Internasional dan Negara- Negara Muslim. Dan telah di terjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Di dalam bukunya ini, ia mencoba menjelaskan bahwa Al-Qur'an lebih konsisten dan lebih sesuai dengan fakta-fakta ilmiah yang telah di temukan di dunia. Dan di buku ini pula, ia mengkritik Bible. Karena Bible dianggapnya lebih tidak masuk akal dan tidak dapat di uji kesesuaiannya dengan fakta fakta ilmiah yang ada.
Di buku itu, Bucaille seolah ingin mengutarakan kekagumannya pada Al-Quran yang dianggapnya ajaib, karena bisa menjelaskan ilmu-ilmu pengetahuan di dunia modern. Padahal kita ketahui bahwa, Al-Qur'an sendiri di turunkan pada abad ke 7 masehi. Tahun dimana dunia masih berada di abad kegelapan dan ilmu pengetahuan belumlah semaju sekarang ini.

Buku itu sendiri juga banyak mendapatkan kritik tajam dari beberapa pengamat, dan penulis, penulis-penulis dari Barat pastinya. Salah satunya adalah William Campbell dan M.B Dainton.

Namun satu hal yang pasti, berawal dari buku yang sangat terkenal inilah, membuat sebuah tren baru dalam berdakwah dan selain itu efek lainnya adalah, mulai  bermunculan organisasi-organisasi yang memulai ekspansi dan penelitian untuk menemukan keajaiban-keajaiban ilmiah dalam kandungan Al-Qur'an. Mereka ini biasanya disebut Barat sebagai penganut Bucaillism.
Orang pertama kali mendirikan organisasi ber basis Bucaillism adalah seorang politikus asal Yaman bernama Sheikh Abdul Majeed Zindani. Organisasinnya tersebut dia beri nama Commission on Scientific, signs in the Qur'am and Sunnah atau dalam bahasa Indonesia berarti komite ilmiah dalam Al-Qur'an  dan Sunnah yang di pusatkan di Arab Saudi.

Dikutip oleh Kaskus.co.id, Dari komite inilah banyak fakta-fakta ilmiah yang muncul ke permukaan dan banyak di sebarkan oleh pendakwah bergaya moderat seperti Dr.Zakir Naik dan Harun Yahya.
Diketahui bahwa, komite ini banyak mengundang para ilmuan-ilmuan besar ke sebuah konferensi yang di buat komite. Para ilmuan itu di sambut dengan baik, di beri tiket pesawat kelas satu, diberi penginapan hotel terbaik,  makanan terbaik dan diberi imbalan yang besar.
Para ilmuan ini di berikan kesempatan untuk berbicara bebas dan objektif tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
Konferensi itu sendiri di rekam dalam sebuah video, yang berisi kesaksian mereka terhadap Mukjizat Al-Qur'an yang diakui sesuai dengan fakta-fakta ilmiah.
Tapi, pada kenyataannya banyak dari ilmuan itu kecewa pada pernyataannya sendiri. Dan merasa telah di jebak oleh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam konferensi tersebut.
Gerald Goeringer, salah seorang ilmuan yang memberikan pernyataannya di konferensi tersebut pernah mendesak komite untuk meneliti dan memperkerjakan para peneliti untuk meneliti apakah ada hubungannya Al-Qur'an dengan bukunya Aristoteles yang telah lebih dahulu mengemukakan fakta fakta ilmiah dalam Al-Qur'an. Namun, karena permintaannya itu ditolak. Iyapun berhenti mengikuti konferensi tersebut.
So, menurut Gue juga percuma sih meneliti hubungan antara buku Aristoteles dengan Al-Qur'an. Why? Karena Al-Qur'an itu di tulis berdasarkan pada kata-kata spontan Nabi Muhammad. Sedangkan sudah kita ketahui sendiri kan, bahwa Nabi Muhammad itu buta huruf. Mana bisa lah dia baca bukunya Aristoteles. Apalagi menurut zenius.net, bukunya Aristoteles itu pada saat itu ada di Persia dan bahasa yang di gunakan juga bahasa Yunani. Buku itu pun gak pernah tersentuh dan terisolasi,berdebu dan mengendap tak tersentuh di perpustakaan besar Persia, sebelum akhirnya di masa yang akan datang setelah itu, Muawiyyah bin Abu Sufyan membuka perpustakaan itu dan memulai gerakan penerjemahan besar besaran.

Kritik terhadap Bucaillesme

Seperti yang Gue sudah bilang diatas. Banyak yang menentang dan mengkritik metode para penganut Bucaillesme yang seakan mencocok cocokkan kitab suci dengan buku buku ilmiah buatan manusia.
Bahkan bukan hanya dikritik dari kalangan Non-Muslim saja. Ada juga beberapa dari kalangan Islam tradisional fanatik yang  mencela dan menolak dengan tegas metode dakwah seperti ini.

Salah satu kritik yang paling tajam, banyak di lontarkan oleh para penganut Atheis dan cendekiawan Non-Muslim. Pernyataan yang paling populer dari penolakan mereka adalah ada anggapan bahwa Tuhan itu dianggap plin-plan dan lemah karena ia tidak bisa menentukan dengan tegas tentang segala sesuatu yang bersifat ilmiah. Misalnya adalah tentang bumi itu bulat atau datar.
Padahal kita mengetahui dengan jelas bahwa, Al-Qur'an adalah kitab untuk orang-orang yang berfikir. Entah berapa banyak Allah menyuruh kita untuk berfikir dalam firmannya. Jika Allah memberikan keterangan-keterangan itu secara jelas dan nyata tanpa ada kata kata kiasan. Maka ummat Muslim tak akan bisa berfikir untuk menafsirkan lebih jauh tentang Al-Qur'an. Kalau sudah begitu, tak akan ada lagi seorang Ibnu sina yang meneliti tentang cahaya karena ia berusaha menafsirkan Al-Quran surat ke 32 ayat 11 tentang malaikat yang naik turun ke bumi dan malaikat terbuat dari cahaya.
Lalu, dari kalangan Muslim sendiri adalah penolakan yang di kemukakan oleh sebagian teolog dan ilmuan-ilmuan Muslim di dunia Barat dan Arab. Alasan yang paling utama dari permasalahan ini adalah karena mereka merasa malu dengan semua "cocoklogi" itu. Ziauddin Shaknar dalam bukunya yang berjudul  Exploration in Islamic Science menyebutkan bahwa proses cocoklogi Mukjizat Al-Qur'an dengan fakta ilmiah adalah pembelaan iman terburuk dalam sejarah. Norman Haq dari Penn State University  bahkan mengatakan bahwa "barangkali ini adalah salah satu efek sindrom rendah diri dalam tubuh Ummat Islam"

So,pendapat Gue. Tak masalah juga kita membukan kecocokan keterangan yang ada pada Al-Qur'an dengan fakta- fakta ilmiah, selama itu sudah dikatakan sebagai fakta. Bukan hanya sekedar teori.
Wallahu'alam bisshowaab


Malas baca? Tonton versi Videonya disini


Tidak ada komentar