Hot Artikel

Alasan Gojo Tidak Bisa Menyelamatkan Geto dalam Jujutsu Kaisen (Perspektif Islam)

 

Alasan Gojo Tidak Bisa Menyelamatkan Geto dalam Jujutsu Kaisen (Perspektif Islam)

 

Alasan Gojo Tidak Bisa Menyelamatkan Geto dalam Jujutsu Kaisen (Perspektif Islam) - Halo semuanya, balik lagi di channel ini. Setelah sebelumnya kita sudah bahas dua topik penting soal Jujutsu Kaisen. Pertama, kita pernah ngobrol tentang “Kenapa Gojo Satoru nggak jadi jahat padahal dia kuat banget?” Lalu di konten berikutnya, kita juga ngebahas “Kenapa Geto Suguru malah jadi jahat kalau kita lihat dari perspektif Islam.” Nah, sekarang kita bakal nyambungin dua bahasan itu ke satu pertanyaan yang nggak kalah menarik: kalau Gojo itu sekuat itu, kenapa dia nggak bisa menyelamatkan Geto?

Dan pertanyaan ini bukan cuma soal anime aja, tapi bisa banget kita tarik ke kehidupan nyata, bahkan ke kisah Nabi Muhammad ï·º, yang meskipun beliau manusia paling mulia, tetap nggak bisa memberikan hidayah kepada orang yang beliau cintai, yaitu pamannya sendiri, Abu Thalib. Jadi, dari sini kita bakal belajar bahwa sekuat apapun kita, sehebat apapun kita, urusan hidayah itu mutlak milik Allah. Dan ini nyambung banget dengan keraguan Gojo ketika dia nanya ke gurunya, “Apakah aku benar-benar kuat?”

Oke, kita mulai dulu dari kisahnya Gojo dan Geto di Jujutsu Kaisen.

baca juga

Perubahan Geto Saguru Jujutsu Kaisen Justru Sesuai Ajaran Islam

Kalau kita lihat flashback di anime, terutama di Hidden Inventory Arc, Gojo dan Geto itu digambarkan sebagai duo paling keren di sekolah Jujutsu. Mereka selalu bareng, punya chemistry, dan orang-orang bahkan nganggap mereka nggak terkalahkan. Gojo dengan Six Eyes dan Limitless-nya, sementara Geto punya teknik untuk mengendalikan roh kutukan. Pokoknya mereka kayak paket komplit: yang satu nggak bisa disentuh, yang satu bisa ngumpulin pasukan.

Tapi masalah muncul waktu mereka dikasih misi untuk menjaga Riko Amanai. Dari sinilah, kita bisa lihat awal mula retaknya persahabatan mereka. Riko yang seharusnya mereka lindungi, pada akhirnya mati. Momen ini jadi titik balik buat keduanya. Buat Gojo, dia merasa harus lebih kuat lagi supaya bisa nyelamatin orang lain. Tapi buat Geto, tragedi itu justru bikin dia muak dengan dunia manusia biasa. Dia ngerasa, kenapa penyihir harus selalu berkorban buat orang normal, sementara orang normal nggak ngerti dan malah ngehina para penyihir? Dari situlah ideologi Geto mulai berubah, dan perlahan dia menjauh dari Gojo.

Nah, di sinilah masalah besar muncul. Gojo sebenarnya tahu kalau sahabatnya berubah.

Kekuatan Bukan Segalanya, Hidayah Ada di Tangan Allah

Tapi meskipun dia “yang terkuat,” dia tetap nggak bisa menyelamatkan Geto dari jalan kegelapan. Sampai akhirnya, kita lihat di Jujutsu Kaisen 0, Gojo lah yang harus mengakhiri hidup Geto. Tragis banget, kan?

Dari momen ini, Gojo mulai bertanya-tanya ke gurunya, Yaga Masamichi: “Apakah aku benar-benar kuat?” Pertanyaan ini dalam banget. Karena meskipun dia bisa ngalahin siapapun secara fisik, dia tetap gagal menyelamatkan orang terdekatnya sendiri. Jadi di sini kita bisa lihat kalau Gojo mulai ragu sama definisi kekuatan. Apakah kuat itu cuma berarti bisa ngalahin musuh? Atau kuat itu seharusnya bisa nyelamatin orang yang kita sayang?

 

Gojo Sang Terkuat, Tapi Gagal Menolong Sahabatnya" 

Nah, kalau kita tarik ke perspektif Islam, kondisi Gojo ini mirip dengan apa yang pernah dialami Nabi Muhammad ï·º. Beliau adalah manusia paling mulia, paling kuat secara spiritual, paling sempurna akhlaknya, dan paling dicintai Allah. Tapi meskipun begitu, beliau tetap nggak bisa memberikan hidayah kepada pamannya, Abu Thalib.

 Dari Jujutsu Kaisen ke Kisah Nabi Muhammad SAW

Abu Thalib ini orang yang sangat berjasa dalam kehidupan Nabi. Sejak kecil, Nabi dirawat olehnya. Ketika Nabi mulai berdakwah, Abu Thalib selalu melindungi beliau dari gangguan orang Quraisy. Tapi, meskipun begitu besar jasanya, Abu Thalib tetap nggak mau mengucapkan syahadat sampai akhir hayatnya. Nabi sampai menangis, bahkan mencoba membujuk Abu Thalib di detik-detik terakhir hidupnya, tapi tetap aja nggak bisa.

Kenapa begitu? Karena hidayah bukan ada di tangan manusia, bahkan bukan ada di tangan seorang Nabi. Hidayah itu mutlak milik Allah. Allah-lah yang memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki. Makanya turun ayat dalam Qur’an: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai, tetapi Allah yang memberi hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Qashash: 56).

Nah, kalau kita tarik ke kisah Gojo dan Geto, kurang lebih sama. Gojo itu “yang terkuat,” tapi tetap nggak bisa mengubah hati sahabatnya. Karena pada akhirnya, pilihan ada di tangan Geto sendiri, dan dalam kacamata Islam, itu sama seperti urusan hidayah. Gojo bisa ngelakuin apa aja, bisa jadi yang terkuat di dunia, tapi kalau Allah nggak kasih hidayah ke Geto (kalau kita ibaratkan ke dunia nyata), maka ya nggak akan terjadi.

Jadi, poin pentingnya adalah: sekuat apapun kita, kita nggak bisa memaksa orang untuk berubah kalau hatinya nggak terbuka. Kita cuma bisa berusaha, berdoa, dan memberikan contoh yang baik. Sama kayak Nabi yang terus berdakwah, meskipun pamannya nggak mau menerima Islam. Sama juga kayak Gojo yang tetap jadi dirinya, meskipun dia nggak bisa narik Geto kembali ke jalan yang benar.

Dan refleksi buat kita adalah: jangan pernah merasa terlalu kuat atau terlalu hebat sampai kita mikir bisa mengendalikan hati orang lain. Karena pada akhirnya, yang bisa mengubah hati itu hanya Allah. Kita cuma manusia, tugas kita hanya berusaha. Kalau ada teman atau keluarga yang jauh dari kebaikan, jangan patah semangat. Kita doain mereka, kita kasih contoh, tapi jangan pernah merasa gagal kalau mereka nggak berubah. Karena hasil akhir itu bukan urusan kita, tapi urusan Allah.

Balik lagi ke Gojo, pertanyaan dia ke gurunya: “Apakah aku benar-benar kuat?” Kalau dalam perspektif Islam, jawabannya adalah: iya, dia kuat secara fisik. Tapi kekuatan sejati bukan cuma soal fisik atau kemampuan melawan musuh. Kekuatan sejati adalah ketika kita bisa menerima bahwa ada hal-hal di luar kendali kita, dan kita tetap tawakal pada Allah. Itu yang disebut dengan kekuatan hati dan iman.

Kalau dipikir-pikir, Jujutsu Kaisen itu dalam banget ya kalau dilihat dari perspektif ini. Gojo dan Geto bukan cuma sekadar karakter fiksi, tapi mereka merepresentasikan realita hidup manusia. Kadang kita merasa udah ngasih segalanya buat nolong orang lain, tapi hasilnya nggak sesuai harapan. Dan itu bukan berarti kita gagal, tapi karena memang ada kuasa yang lebih tinggi dari kita yang mengatur semuanya.

Makanya, belajar dari Gojo dan juga dari Nabi Muhammad ï·º, kita jadi tahu kalau tugas kita bukan menyelamatkan semua orang. Tugas kita adalah berusaha sebaik mungkin, dan selebihnya serahkan sama Allah. Karena hidayah itu bukan ada di tangan kita, tapi ada di tangan-Nya.

Jadi, buat kita semua yang lagi nonton, pesan yang bisa kita ambil adalah: jangan pernah lelah berusaha, jangan pernah berhenti berbuat baik. Tapi di sisi lain, jangan juga kecewa kalau hasilnya nggak sesuai yang kita mau. Karena bisa jadi Allah punya rencana lain yang lebih baik.

Dan mungkin, kalau kita lihat dari sisi Gojo, meskipun dia nggak bisa nyelamatin Geto, pengalaman itu justru bikin dia lebih kuat secara batin. Dia jadi sadar kalau kekuatan sejati bukan cuma tentang menang atau kalah, tapi tentang bisa menerima kenyataan dengan ikhlas. Dan itu pelajaran yang sama yang bisa kita ambil dari Nabi Muhammad ï·º ketika beliau kehilangan Abu Thalib.

Oke, itu aja pembahasan kita kali ini. Semoga bisa kasih perspektif baru buat teman-teman yang suka Jujutsu Kaisen, tapi juga pengen belajar nilai-nilai kehidupan dari kacamata Islam. Jangan lupa tulis pendapat kalian di kolom komentar, apakah kalian setuju kalau hidayah itu bukan urusan manusia, tapi urusan Allah?

Dan buat kalian yang baru mampir, jangan lupa like, share, dan subscribe supaya nggak ketinggalan konten-konten menarik berikutnya. Sampai jumpa di video selanjutnya!

 


Tidak ada komentar